

Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 5:34 AM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 10:16 PM 1 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 12:37 AM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 12:37 AM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 10:17 PM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 9:54 PM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 9:48 PM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 9:37 PM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 9:32 PM 0 komentar
![]() |
Ibnu Rusyd |
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 9:47 PM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 9:38 PM 0 komentar
Aku sering berfikir… untuk apa aku hidup?
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 11:56 AM 0 komentar
KETIKA SPORTIFITAS HARUS DI KEDEPANKAN
Wajah Dunia Bola Serumpun Melayu
Oleh: Edi Kurniawan*
Hingar bingar pertandingan antara Garuda Indonesia vs Harimau Malaya beberapa waktu lalu menjadi isu hangat sampai hari ini. Pesta akbar di lapangan hijau tersebut telah menghiasi wajah media, baik cetak maupun elektroni sehingga menjadi perbincangan hangat pada semua level, baik pejabat Negara maupun rakyat jelata. Betapa tidak, pertarungan yang memperjuangkan prestasi Negara dalam laga di lapangan hijau tersebut untuk merebutkan piala satu Suzuki AFF se-Asean. Tentunya kedua belah pihak sama-sama lebih giat, karena mereka membawa nama Negara masing-masing.
Kedua belah pihak telah mempertunjukkan taring dan kekuatan masing-masing. Namun, hal tesebut masih meninggalkan kesan dan sisa. Leg pertama telah usai di Stadiun Nasional Bukit Jalil Malaysia. Harimau Malaya unggul dengan skor 3-0 atas Garuda Indonesia meskipun pada pertandingan sebelumnya Harimau Malaysia telah dikalahkan dengan 5-1 oleh Garuda Indonesia. Dan tinggal masanya menunggu leg berikutnya sebagai penentuan di Gelora Bung Karno Jakarta pada 29 Desember 2010 mendatang.
Di balik kemenangan Harimau Malaya pada leg pertama tersebut, amat disayangkan para supporter Halimau Malaya meninggalkan kesan ketidakdewasaan dan ketidaksportifitas yang tentunya akan berdampak pada harga dan klaim negatif Bangsa mereka sendiri. Betapa tidak, pertarungan tersebut sempat dihentikan lantaran berjubun-jubun laser supporter Malaysia tertuju pada wajah Markus, pejaga gawang Garuda Indonesia. Begitu pula petasan-petasan yang seyogyanya tidak dibolehkan untuk dibawa masuk, namun pihak keamanan masih kecolongan atau boleh jadi ada deal-deal-an antara mereka. Tujuannya adalah mengganngu konsentrasi dan memecahkan mental para Pemain Garuda Indonesia. Namun amat disayangkan, caranya tidak menunjukkan kedewasaan. Sekiranya mereka membawa bendera, terompet, dan drum sambil meneriakkan yel-yel untuk memberikan motivasi kepada pemain mereka, tentunya ini tida masalah. Lapangan hijau manapun di dunia ini, tentunya hal ini tidak bisa diterima dan merupakan sebuah kesalahan.
Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan memang merupakan dua sisi yang berbeda. Yang menang akan bersenag-senang, sementara yang kalah akan kecewa. Kemenangan Harimau Malaya tentunya bisa kita terima, jika mereka bermain secara sportif. Sadar atau tidak, ketidakkedewasaan para supporter Harimau Malaya tersebut akan bias kepada harkat dan martabat Bangsa Malaysia itu sendiri. Betapa tercorengnya wajah Malaysia dalam kancah dunia sepak bola. Betapa tidak dewasanya para supporter Harimau Malaya.
Terlepas dari adanya dendam pribadi antara kedua warga Negara tersebut, namun amat di sayangkan Malaysia tidak melihatkan wajah kedewasaan. Seyogyanya, yang konon katanya antara Indonesia dan Malaysia merupakan Negara serumpun melayu, namun Malaysia gagal memperlihatkan kemelayuannya, yang katanya orang melayu yang dikenal dengan kesantunannya dan kebaikan hatinya.
Menarik untuk dianalisis sikap supporter Garuda Indonesia pada pertandingan berikutnya di Glora Bung Karno, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, karena supporter Garuda Indonesia telah dipancing dengan cara yang tidak sportif oleh supporter Harimau Malaya, boleh jadi para supporter Garuda Indonesia akan lebih parah lagi dari apa yang telah dipraktekkan oleh para supporter Harimau Malaya. Dan tentunya ini tidak kita inginkan.
Kedua, sebaliknya, yaitu para supporter dan para pemain Garuda Indonesia bisa lebih menunjukkan kedewasaan dan sportifitas mereka ketimbang supporter Harimau Malaya. Dan inilah yang kita inginkan. Sebab, “orang yang kuat bukanlah orang yang dapat mengalahkan musuhnya dalam gulat, melainkan orang yang kuat adalah mereka yang dapat meredamkan emosinya ketika marah”, itulah petunjuk Baginda Nabi SAW yang mulia. Relevansi dari petunjuk yang mulia ini adalah sportifitas dan kedewasaan dalam pertandingan antara kedua belah pihak nantinya. Alangkah mulianya, jika dalam sebuah kemenangan diiringi dengan nilai-nilai sportifitas dan kedewasaan. Dengan demikian, akan memberikan motivasi dan semangat kepada kedua belah pihak untuk lebih giat lagi dalam berlatih. Yang menang benar-benar yang lebih unggul, dan yang kalah bukannya kekecewaan, melainkan sikap bisa menerima secara terbuka.
Oleh karena itu, untuk mencapai sportifitas pada pertandingan berikutnya, setidaknya ada tiga yang harus dilakukan sebagai berikut:
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 11:54 AM 0 komentar
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 11:48 AM 0 komentar
PEKAN ini orang meramaikan tahun baru Masehi. Padahal sesungguhnya setiap agama dan bangsa besar memiliki kalender masing-masing. Jadi, setiap tahunnya cukup banyak masyarakat dunia merayakan tahun baru.
Untuk apa kalender diciptakan? Seberapa besar pengaruh kalender terhadap kehidupan manusia? Ibarat orang naik taksi, hitungan bulan dan tahun mirip jumlah angka yang muncul dalam argometer, menjelaskan sudah berapa jauh perjalanan kita. Disadari atau tidak, aktivitas kita sangat terikat dan dibatasi angka-angka. Setiap hari kita menggunakan ukuran angka dalam melakukan aktivitas. Dalam ibadah salat pun kita mesti mengingat jumlah rakaat. Dalam berzakat ada istilah nisab, batas minimal kekayaan yang mesti dizakati. Dalam membayar pajak juga ada rumusan besaran angka. Ketika terjadi pertandingan sepak bola antara timnas Indonesia dan Malaysia, keputusan akhir juga dirumuskan dalam skor angka.
Demikianlah, ketika hendak membeli pakaian, entah sepatu, baju atau celana, kita juga bertemu indikator angka yang menjelaskan ukuran tubuh. Bahkan setiap hari kita selalu terikat dengan jam dan kalender ketika hendak memutuskan sebuah kegiatan. Jam tangan dan kalender yang semula diciptakan untuk penanda waktu, bagi beberapa orang, malah dirasakan mengikat sampai biasa kita dengar ungkapan: wah, kita dikejar-kejar waktu. Betapa vitalnya mengenal angka dalam kehidupan, orang tua mulai mengenalkan hitungan kepada anak-anaknya sejak kecil. Pada dasarnya angka itu ada di dalam pikiran. Namun aplikasinya sangat diperlukan dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Ketika mau berbelanja pasti berurusan dengan jumlah uang dan barang yang dibeli.
Di situ kita terlibat aplikasi angka. Mau mempersiapkan makan menjamu tamu-tamu, selalu muncul pertanyaan, berapa orang yang hendak dijamu? Ketika memulai membuka rapat, muncul lagi pertanyaan, sampai jam berapa rapat ini berlangsung? Demikianlah seterusnya, tanpa disadari setiap saat kita berpikir dengan angka dan kemudian mengaplikasikannya dalam kegiatan nyata. Bahkan kita semua juga selalu berpikir dan mencatat tebal-tebal, kapan hari ulang tahun kita. Yang berarti kita juga berpikir tentang jatah umur yang telah dipakai. Pekan ini suasana batin kita diisi dengan agenda peringatan tahun baru Masehi 2011. Sesungguhnya setiap bangsa dan agama besar juga memiliki hitungan tahun dengan sejarah dan makna yang berbeda-beda. Lagi-lagi kita berjumpa dengan hitung-hitungan yang melibatkan angka.
Mengapa tahun Masehi lebih populer ketimbang yang lain? Pertama, kalender Masehi disebarkan oleh bangsa Eropa yang kebetulan dari segi sains, politik, dan ekonomi sangat ekspansif. Bahkan di antaranya pernah disebut sebagai penjajah. Penyebaran ini sudah tentu membawa dampak besar bagi popularitas kalender Masehi. Kemajuan teknologi informasi, terutama internet, yang didominasi bahasa Inggris dan penggunaan huruf Latin juga ikut andil memperkokoh dominasi kalender Masehi di seluruh dunia. Bangsa China memang punya kalender sendiri. Namun,meski jumlah penduduknya di atas 1 miliar, peringatan tahun baru China hanya dirayakan oleh warga keturunan China.
Begitu pun tahun baru Hijriah yang hanya digunakan oleh kalangan umat Islam. Ini berbeda dari penggunaan kalender Masehi yang penggunaannya lintas agama, etnis, dan benua. Oleh karena itu, setiap datang tahun baru Masehi, hampir seluruh dunia ikut merayakan tanpa mesti dikaitkan dengan tradisi kekristenan. Bahkan umat Islam di Indonesia ramai-ramai merayakan dengan berbagai cara. Paling tidak mereka berlibur atau kumpul-kumpul dengan keluarga. Bagi anak belasan tahun tentu sangat berbeda dalam memaknai pergantian tahun dibandingkan mereka yang umurnya sudah di atas enam puluh.
Bagi orang tua, setiap pergantian tahun selalu menyadarkan bahwa ibarat hari sebentar lagi matahari kehidupan tenggelam di ufuk barat. Betapa cepatnya umur berlari, tetapi selalu saja kita terlambat untuk tumbuh dewasa dan bijaksana. Waktu yang kemudian dibagibagi ke dalam jam, hari, minggu, bulan, dan tahun adalah modal, anugerah, dan amanah Tuhan agar dengannya kita mengisi kehidupan secara produktif dan bermakna. Tapi kita selalu saja lupa, modal terbuang, hasil nihil, bahkan kadang bangkrut. Tak ada yang dihasilkan dengan umur kita kecuali menumpuk kesalahan, dosa, dan kerusakan di muka bumi. Waktu begitu cepat berlalu.
Kalender rasanya baru kemarin dipasang, sekarang sudah ganti yang baru. Kesadaran terhadap waktu itu sangat penting bagi siapa pun yang selalu ingin memperoleh kemajuan dan keberuntungan hidup.
(diambil dari catatan Komaruddin Hidayat dalam http://www.uinjkt.ac.id/index.php/category-table/1770-sulit-hidup-tanpa-angka.html)
Diposkan oleh LDK AL-USWAH di 11:41 AM 0 komentar
© Free Blogger Templates 'Greenery' by Ourblogtemplates.com 2008
Back to TOP